Conrad Theodore van Deventer: Béda antara owahan

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arupako (parembugan | pasumbang)
c →‎Yayasan Kartini: éjaan, replaced: yaiku → ya iku using AWB
BeeyanBot (parembugan | pasumbang)
c →‎top: éjaan, replaced: pemerintah → pamaréntah (2) using AWB
Larik 8:
Lalu pada [[1899]] Deventer menulis dalam majalah ''De Gids'' (''Panduan''), berjudul ''Een Eereschuld'' (''Hutang kehormatan'')pengertian Eereschuld secara substasial adalah "Hutang yang demi kehormatan harus dibayar, walaupun tidak dapat di tuntut dimuka hakim". Tulisan itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan pada publik Belanda bagaimana mereka menjadi nagara yang makmur dan aman (adanya kereta api, bendungan-bendungan dst) adalah hasil kolonialisasi yang datang dari daerah jajahan di Hindia Belanda ("Indonesia"). sementara Hindia Belanda saat itu miskin dan terbelakang Jadi sudah sepantasnya kalau kekayaan tersebut dikembalikan.
 
Ketika Deventer menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan [[Idenburg]] untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan Madura. Dalam waktu satu tahun, Deventer berhasil menyelesaikan tugasnya ([[1904]]). Dengan terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang menyedihkan, kemudian dengan tegas mempersalahkan kebijakan pemerintahpamaréntah. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang tak kalah terkenalnya adalah yang dimuat oleh ''De Gids'' juga ([[1908]]) ialah sebuah uraian tentang ''Hari Depan Insulinde'', yang menjabarkan prinsip-prinsip etis bagi beleid pemerintahpamaréntah terhadap tanah jajahannya.
-->
== Yayasan Kartini ==