Serangan Umum 1 Maret 1949: Béda antara owahan

Konten dihapus Konten ditambahkan
Top4Bot (parembugan | pasumbang)
nagaranama -> flagcountry
Top4Bot (parembugan | pasumbang)
éjaan, replaced: tahun → taun, Sejarah → Sajarah (2), pasukan → wadyabala, kadadean → kadadéan
Larik 10:
|result=
*Kemenangan strategis Indonésia<!--Indonésia berhasil membuktikan bahwa kekuatan militernya masih kuat-->
*Kemenangan taktis WalandaNèderlan<!--Serangan TNI berhasil ditahan dengan kerugian minimal-->
|combatant1={{Flagcountry|Indonésia}}
|combatant2={{Flagcountry|WalandaNèderlan}}
|commander1=[[Jendral]] [[Soedirman]]{{br}} [[Kolonel]] [[A.H Nasution]]{{br}}[[Letnan Kolonel|Letkol]] [[Soeharto]]
|commander2=[[Van Mook]]{{br}} [[Louis Joseph Maria Beel]]
Larik 18:
|strength2=-
|casualties1=300 prajurit lan 53 anggota pulisi gugur .
|casualties2=6 gugur ing antarané 3 pasukanawadyabalaa saka pulisi, uga 14 luka-luka.
|casualties3=Rakyat kang gugur ana ing paperanga ora bisa kaitung cacahé
}}
 
'''Serangan Umum 1 Maret 1949''' ya iku kadadeankadadéan paperangan ing tanggal tanggal [[1 Maret]] [[1949]] ing [[kutha]] [[Yogyakarta]] secara gedhen-gedhenan.Peperangan kan dirancang lan di siapake dèning jajaran paling dhuwur ing wewengkon Divisi III/GM III uga dibiyantu dèning pimpinan pamaréntah sipil adidasar instruksi ska Panglima Besar [[Sudirman]].
<!---
untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik IndonésiaIndonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonésia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral [[pasukan]] [[Walanda]] serta membuktikan pada dunia [[internasional]] bahwa [[Tentara Nasional Indonésia]] (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. [[Soeharto]] pada waktu itu sebagai komandan [[brigade X]]/[[Wehrkreis III]] turut serta sebagai pelaksana lapangan di wewengkon [[Yogyakarta]].
 
== Latar belakang ==
Larik 31:
Walanda terpaksa memperbanyak pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Walanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh laladan [[republik]] yang kini merupakan medan [[gerilya]]. Dalam keadaaan pasukan Walanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Walanda.
 
Sekitar awal [[Februari]] [[1948]] di perbatasan Jawa Timur, Letkol. dr. [[Wiliater Hutagalung]] - yang sejak [[September]] [[1948]] diangkat menjadi Perwira Teritorial dan ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wewengkon Divisi II dan III - bertemu dengan Panglima Besar [[Sudirman]] guna melaporkan mengenai resolusi Dewan Keamanan [[PBB]] dan penolakan [[Walanda]] terhadap resolusi tersebut dan melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik IndonésiaIndonesia sudah tidak ada lagi. Melalui [[Radio Rimba Raya]], Panglima Besar [[Sudirman]] juga telah mendengar berita tersebut. Panglima Besar [[Sudirman]] menginstruksikan untuk memikirkan langkah-langkah yang harus diambil guna meng-counter propaganda Walanda.
 
Hutagalung yang membentuk jaringan di wewengkon Divisi II dan III, dapat selalu berhubungan dengan Panglima Besar [[Sudirman]], dan menjadi penghubung antara Panglima Besar [[Sudirman]] dengan Panglima Divisi II, Kolonel [[Gatot Subroto]] dan Panglima Divisi III, Kol. [[Bambang Sugeng]]. Selain itu, sebagai dhokter spesialis paru, setiap ada kesempatan, ia juga ikut merawat Panglima Besar [[Sudirman]] yang saat itu menderita penyakit paru-paru. Setelah turun gunung, pada bulan September dan Oktober 1949, Hutagalung dan keluarga tinggal di Paviliun rumah Panglima Besar [[Sudirman]] di (dahulu) Jl. Widoro No. 10, Yogyakarta.
 
Pemikiran yang dikembangkan oleh [[Hutagalung]] adalah, perlu meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat dan Inggris, bahwa Nagara Republik IndonésiaIndonesia masih kuat, ada pemerintahan (Pemerintah Darurat Republik IndonésiaIndonesia – [[PDRI]]), ada organisasi [[TNI]] dan ada tentaranya. Untuk membuktikan hal ini, maka untuk menembus isolasi, harus diadakan serangan spektakuler, yang tidak bisa disembunyikan oleh Walanda, dan harus diketahui oleh [[UNCI]] (United Nations Commission for Indonésia) dan wartawan-wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk menyampaikan kepada UNCI dan para wartawan asing bahwa Nagara Republik IndonésiaIndonesia masih ada, diperlukan pemuda-pemuda berseragam Tentara Nasional Indonésia, yang dapat berbasa [[Inggris]], [[Walanda]] atau [[Perancis]]. Panglima Besar [[Sudirman]] menyetujui gagasan tersebut dan menginstruksikan Hutagalung agar mengkoordinasikan pelaksanaan gagasan tersebut dengan Panglima Divisi II dan III.
 
Letkol. dr. Hutagalung masih tinggal beberapa hari guna membantu merawat Panglima Besar [[Sudirman]], sebelum kembali ke markasnya di [[Gunung Sumbing]]. Sesuai tugas yang diberikan oleh Panglima Besar [[Sudirman]], dalam rapat Pimpinan Tertinggi Militer dan Sipil di wewengkon Gubernur Militer III, yang dilaksanakan pada tanggal [[18 Februari]] [[1949]] di markas yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Selain Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. [[Bambang Sugeng]], dan Letkol Wiliater Hutagalung, juga hadir Komandan Wehrkreis II, Letkol. [[Sarbini Martodiharjo]], dan pucuk pimpinan pemerintahan sipil, yaitu Gubernur Sipil, Mr. [[K.R.M.T. Wongsonegoro]], Residen [[Banyumas]] [[R. Budiono]], Residen [[Kedu]] [[Salamun]], Bupati [[Banjarnegara]] [[R. A. Sumitro Kolopaking]] dan Bupati [[Sangidi]].
Larik 49:
::* Unit PEPOLIT (Pendidikan Pulitik Tentara) Kementerian Pertahanan.
 
Tujuan utama dari ini rencana adalah bagaimana menunjukkan eksistensi [[TNI]] dan dengan demikian juga menunjukkan eksistensi Republik IndonésiaIndonesia kepada dunia internasional. Untuk menunjukkan eksistensi [[TNI]], maka anggota [[UNCI]], wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus melihat ''perwira-perwira yang berseragam [[TNI]]''.
 
Setelah dilakukan pembasan yang mendalam, ''grand design'' yang diajukan oleh [[Hutagalung]] disetujui, dan khusus mengenai "serangan spektakuler" terhadap satu kota besar, Panglima Divisi III/GM III Kolonel [[Bambang Sugeng]] bersikukuh, bahwa yang harus diserang secara spektakuler adalah [[Yogyakarta]].
Larik 105:
== Perkembangan setelah serangan umum 1 maret ==
Mr. [[Alexander Andries Maramis]], yang berkedudukan di [[New Delhi]] menggambarkan betapa gembiranya mereka mendengar siaran radio yang ditangkap dari [[Burma]], mengenai serangan ''besar-besaran'' [[Tentara Nasional Republik IndonésiaIndonesia]] terhadap [[Walanda]]. Berita tersebut menjadi ''Headlines'' di berbagai media cetak yang terbit di [[India]]. Hal ini diungkapkan oleh Mr. Maramis kepada dr. W. Hutagalung, ketika bertemu di tahun 50-an di [[Pulo Mas]], [[Jakarta]].
 
Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik IndonésiaIndonesia, mempermalukan Walanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi [[Serangan Umum Surakarta]] yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada Walanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan ''kavelerie'', persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang ''menyegel'' nasib [[Hindia Walanda]] untuk selamanya.
 
== Kontroversi dalam Serangan Umum 1 Maret ==
Larik 115:
Hingga awal tahun 1970-an, serangan atas [[Yogyakarta]] 1 Maret 1949, sama sekali tidak pernah ditonjolkan, karena para pejuang waktu itu menilai, bahwa episode ini tidak melebihi episode-episode perjuangan lain, yaitu pertempuran heroik di [[Medan]] ([[Medan Area]], [[Oktober]] [[1945]]), [[Palagan Ambarawa]] ([[12 Desember|12]] – [[15 Desember]] [[1945]]), [[Bandung Lautan Api]] ([[April]] [[1946]]), Perang [[Puputan Margarana]] [[Bali]] ([[20 November]] [[1946]]), [[Pertempuran 5 hari 5 malam]] di [[Palembang]] ([[1 Januari|1]] – [[5 Januari]] [[1947]]) dan juga tidak melebihi semangat berjuang [[Divisi Siliwangi]], ketika melakukan ''long march'', yaitu berjalan kaki selama sekitar dua bulan – sebagian bersama keluarga mereka - dari [[Yogyakarta]]/[[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Barat]], dalam rangka melancarkan operasi [[Wingate]] untuk melakukan perang gerilya di [[Jawa Barat]], setelah [[Walanda]] melancarkan [[Agresi II]] tanggal [[19 Desember]] [[1948]]. Dan masih banyak lagi pertempuran heroik di laladan lain. Hingga waktu itu, yang sangat menonjol dan dikenal oleh rakyat Indonésia adalah perjuangan ''arek - arek Suroboyo'' pada [[Pertempuran di Surabaya]] / [[Peristiwa 10 November]] [[1945]], yang dimanifestasikan dengan pengukuhan tanggal [[10 November]] sebagai [[Hari Pahlawan]].
 
Dari sumber-sumber yang dapat dipercaya serta dokumen-dokumen yang terlampir dalam tulisan ini, terlihat jelas bahwa perencanaan dan persiapan serangan atas [[Yogyakarta]] yang kemudian dilaksanakan pada [[1 Maret]] [[1949]], dilakukan di jajaran tertinggi militer di wewengkon Divisi III/GM III - dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat - berdasarkan instruksi dari Panglima Besar [[Sudirman]], untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa [[TNI]] - berarti juga [[Republik IndonésiaIndonesia]] - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonésia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan [[PBB]].
 
Serangan tersebut melibatkan berbagai pihak, bukan saja dari Angkatan Darat, melainkan juga [[AURI]], Bagian Penerangan Komisariat Pusat Pemerintah (Pejabat [[PDRI]] di [[Jawa]]) dan Pepolit dari Kementerian Pertahanan. Pasukan yang terlibat langsung dalam penyerangan terhadap Yogyakarta adalah dari [[Brigade IX]] dan [[Brigade X]], didukung oleh pasukan [[Wehrkreis I]] dan II, yang bertugas mengikat Walanda dalam pertempuran di luar [[Wehrkreis III]], guna mencegah atau paling tidak memperlambat gerakan bantuan mereka ke Yogyakarta. Tidak mungkin seorang panglima atau komandan, tidak mengerahkan seluruh kekuatan yang ada di bawah komandonya, untuk menghadapi musuh yang jauh lebih kuat. Perlu diingat, ketika [[Walanda]] menduduki Kutha krajan [[RI]], [[Yogyakarta]], tanpa perlawanan dari [[TNI]], karena dari semula telah diperhitungkan, kekuatan [[TNI]] tidak sanggup menahan serangan [[Walanda]]. Juga tidak mungkin seorang panglima atau komandan pasukan memerintahkan melakukan serangan terhadap suatu sasaran musuh yang kuat, tanpa memikirkan perlindungan belakang. Selain itu, juga penting masalah logistik; suply (pasokan) perlengkapan dan perbekalan untuk ribuan pejuang serta perawatan medis yang melibatkan beberapa pihak di luar [[TNI]].
Larik 263:
Hal baru ini boleh dikatakan mungkin "unik", yaitu suatu penulisan sejarah minta dikukuhkan melalui SK Presiden. Bahkan Suharto pun tidak pernah mengeluarkan SK (Surat Keputusan) Presiden, atau memerintahkan lembaga-lembaga nagara untuk mengukuhkan versinya.
 
Untuk meletakkan sesuai proporsinya, perlu sekali lagi ditegaskan, bahwa "Serangan Spektakuler" -bahkan seluruh serangan umum di wewengkon Divisi III- tersebut bukanlah pemicu perundingan antara Walanda dan Republik IndonésiaIndonesia. Agresi Walanda yang dimulai tanggal 19 Desember 1948, dilakukan saat perundingan antara Indonésia dan Walanda sedang berlangsung. Perundingan tersebut difasilitasi oleh Komisi Jasa Baik Dewan Keamanan PBB, yang waktu itu lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Nagara (KTN). Namun, keberhasilan "Serangan Umum" (serangan secara besar-besaran yang serentak dilancarkan) di seluruh wewengkon Divisi II dan III, termasuk "serangan spektakuler" terhadap Yogyakarta dan hampir bersamaan dilakukan di wewengkon Divisi I dan IV, menambah jumlah keberhasilan serangan Tentara Nasional Indonésia (TNI) di seluruh Indonésia, sebagai bukti bahwa TNI masih ada.
Keberhasilan "Serangan Umum" tersebut adalah berkat kerjasama serta dukungan berbagai pihak. Sangat banyak orang dan pihak yang terlibat langsung dalam perencanaan, persiapan dan pelaksanaan, sehingga bukan hanya satu atau dua orang saja yang berjasa, melainkan banyak sekali. Juga tidak hanya Angkatan Darat saja yang terlibat, melainkan juga Angkatan Udara dan Kementerian Pertahanan sendiri serta pimpinan sipil, untuk memasok perbekalan bagi ribuan pejuang. Dan yang terpenting, adanya dukungan rakyat Indonésia di laladan-laladan pertempuran.
 
Larik 303:
* http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/03/fakta-baru-mengenai-serangan-umum-1.html
 
[[Kategori:SejarahSajarah Indonésia]]
[[Kategori:SejarahSajarah Yogyakarta]]
[[Kategori:Indonésia dalam tahuntaun 1949]]
[[Kategori:Perang melibatkan Indonésia]]
[[Kategori:Perang Kemerdekaan Indonésia]]