Candhi Sèwu: Béda antara owahan

Konten dihapus Konten ditambahkan
PL09Puryono (parembugan | pasumbang)
+ pasang ({{Candhi ing Jawa Tengah}})
PL09Puryono (parembugan | pasumbang)
ngartekake
Larik 2:
 
'''Candhi Sewu''' iku [[candhi]] [[Buddha]] sing dibangun ing abad kaping-8 sing let-é mung wolung atus mèter ing saloring [[candhi Prambanan]]. Candhi Sewu minangka komplèk candhi Buddha paling gedhé kaloro sawisé [[candhi Barabudhur]] ing [[Jawa Tengah]]. Candhi Sewu umuré luwih tuwa katimbang candhi Prambanan. Senadyan asliné ana 249 candi, déning masyarakat candhi iki dijenengaké Candi "Sewu". Pawèwèh jeneng iki magepokan karo legenda [[Loro Jonggrang]].
 
== SejarahSajarah ==
[[BerkasGambar:Candi Sewu.JPG|thumb|Salah satusijiné darisaka candhi candi ''perwara'' diing CandiCandhi Sewu]]
Adhidasar prasasti kanthi [[taun]] [[792]] lan ditemukake ing taun [[1960]], kang misuwur kanthi jeneng “Manjus’ri grha” ( [[Omah]] Manjusri ). [[Manjusri]] yaiku wujud [[Boddhisatwa]] kang ana ing buddha.
<!--
Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli bangunan ini adalah “Manjus’ri grha” (Rumah Manjusri). [[Manjusri]] adalah salah satu [[Boddhisatwa]] dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan [[Rakai Panangkaran]]. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja yang termahsyur dari [[kerajaan Mataram Kuno]]. Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan [[Rakai Pikatan]], seorang pangeran dari [[dinasti Sanjaya]] yang menikahi [[Pramodhawardhani]] dari dinasti [[Sailendra]]. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng selatan [[gunung Merapi]] di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan [[Yogyakarta]] dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.
== Sejarah ==
[[Berkas:Candi Sewu.JPG|thumb|Salah satu dari candi ''perwara'' di Candi Sewu]]
Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli bangunan ini adalah “Manjus’ri grha” (Rumah Manjusri). [[Manjusri]] adalah salah satu [[Boddhisatwa]] dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan [[Rakai Panangkaran]]. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja yang termahsyur dari [[kerajaan Mataram Kuno]]. Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan [[Rakai Pikatan]], seorang pangeran dari [[dinasti Sanjaya]] yang menikahi [[Pramodhawardhani]] dari dinasti [[Sailendra]]. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng selatan [[gunung Merapi]] di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan [[Yogyakarta]] dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.
 
Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan Mei 2006 di Yogyakarta. Kerusakan struktur bangunan sangat nyata dan candi utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan bebatuan berserakan di atas tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat. Untuk mencegah keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat sudut bangunan untuk menunjang dan menahan tubuh candi utama. Meskipun situs dibuka kembali untuk pengunjung beberapa pekan kemudian setelah gempa pada tahun 2006, seluruh bagian candi utama tetap ditutup dan tidak boleh dimasuki demi alasan keamanan.