Candhi Sèwu: Béda antara owahan

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pras (parembugan | pasumbang)
typo
Larik 5:
== Sajarah ==
[[Gambar:COLLECTIE TROPENMUSEUM Candi Sewu TMnr 20025708.jpg|thumb|150px|Salah sijiné saka candhi ''perwara'' ing Candhi Sewu]]
Adhidasar prasasti kanthi [[taun]] [[792]] lan ditemukake ing taun [[1960]], kang misuwur kanthi jeneng “Manjus’ri''Manjus’ri grha”grha'' ( [[Omah]] Manjusri ). [[Manjusri]] yaiku wujud [[Boddhisatwa]] kang ana ing buddha.
<!--
Candi Sèwu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan [[Rakai Panangkaran]]. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja yang termahsyur dari [[kerajaan Mataram Kuno]]. Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan [[Rakai Pikatan]], seorang pangeran dari [[dinasti Sanjaya]] yang menikahi [[Pramodhawardhani]] dari dinasti [[Sailendra]]. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng selatan [[gunung Merapi]] di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan [[Yogyakarta]] dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.
Larik 21:
Candi utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang yang berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap penjuru mata angin terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar, masing-masing dengan tangga dan ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan stupa. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit. Ruangan di empat penjuru mata angin ini saling terhubungkan oleh galeri sudut berpagar langkan. Berdasarkan temuan pada saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan hanya berupa candi utama berkamar tunggal. Candi ini kemudian diperluas dengan menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya. Pintu dibuat untuk menghubungkan bangunan tambahan dengan candi utama dan menciptakan bangunan candi utama dengan lima ruang. Ruangan utama di tengah lebih besar dengan atap yang lebih tinggi, dan dapat dimasuki melalui ruang timur. Kini tidak terdapat patung di kelima ruangan ini.<ref>Soetarno, Drs. R. second edition (2002). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in Indonesia), pp. 53-54. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-098-0.</ref>. Akan tetapi berdasarkan adanya landasan atau singgasana batu berukir teratai di ruangan utama, diduga dahulu dalam ruangan ini terdapat arca buddha dari bahan perunggu yang tingginya mencapai 4 meter. Akan tetapi kini arca itu telah hilang, mungkin telah dijarah untuk mengambil logamnya sejak berabad-abad lalu.
-->
 
== Rujukan ==
{{reflist}}